Jakarta,Rakyat-Demokrasi.Org lagi-lagi hal yang menciderai tatanan hukum di Kepolisian kembali tercoreng akibat adanya penangkapan salah seorang wartawan media online gara-gara pemberitaan yang diduga mencemarkan nama baik Pemerintah Daerah (Pemda) Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel) oleh Pihak Polres Enrekang, hal itu dikatakan Ketua Umum Forum Wartawan Jakarta (FWJ) Mustofa Hadi Karya yang biasa disapa Opan, Jum'at (12/2/2021).
"Polisi sudah salah kaprah. Pemberitaan dari media masa bukan kejahatan Pers dan bukan juga kejahatan UU ITE. Pers punya UU Nomor 40 Tahun 1999, dimana semua telah diatur sesuai konstitusi. Jika UU ITE diberlakukan untuk media masa, maka itu sama halnya telah mengangkangi UU Pers,"tegas Opan.
Ia juga menyinggung soal polisi yang tidak paham aturan hukum, dimana tidak seharusnya laporan kepolisian yang dbuat atas pemberitaan bukanlah sesuatu object vital masuk ke KUHP, melainkan melalui pertimbangan Dewan Pers dan sanksinya Hak Jawab serta Hak Koreksi."Pembredelan terhadap pewarta adalah tindakan melanggar UUD'45 dan itu melawan Negara. Untuk itu penyidik Polres Enrekang untuk segera membebaskan wartawan yang diduga melanggar pasal UU ITE atas pemberitaannya di media masa (siber),” pintanya.
Selain itu berbagai seruan bebaskan Wartawan yang ditangkap atas adanya laporan terkait pemberitaan telah digulirkan oleh puluhan insan pers, lembaga kewartawanan Nasional maupun lokal, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Aliansi Wartawan dan LSM Anti Kriminalisasi Takalar dikabarkan telah menggaungkan dan menyerukan agar Kapolda Sulsel segera mencopot Kapolres Enrekang.
Bahkan akan menggelar aksi unjuk rasa yang akan melibatkan seluruh organisasi kewartawanan yang ada di Takalar. "Jika terjadi perselisihan dalam sebuah pemberitaan sebaiknya gunakan UU Pers, dan bukan KUHP, karena ada mekanismenya jika berkaitan dengan pemberitaan. Ini polisi jangan mentang mentang yang melapor pihak penguasa, lantas serta merta melakukan penangkapan, ingat polisi itu bukan alat kekuasaan, tapi Alat Negara," ujar Dirman Dangker dengan Nada Tinggi.
Hal senada pun dikatakan pakar ilmu pidana, Anggreany Haryani Putri menyebut UU Pers menjadi hukum materil (berkaitan hukuman) sedangkan KUHAP (hukum formil) berkaitan dengan bagaimana hukum materil bisa diterapkan."UU Pers merupakan lex specialis terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga, apabila terdapat suatu permasalahan yang berkaitan dengan pemberitaan pers, peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah UU Pers,” ucap Anggreany.
Selain itu, lanjut Anggreany menurut mereka, dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya, wartawan tidak dapat dihukum dengan menggunakan KUHP sebagai suatu ketentuan yang umum (lex generali). Ini karena polisinya tidak mau memahami apa yang ada di Perkab Kapolri dan dan KUHAP mereka menganggap pers itu obyek. "Kesel banget sama oknum penegak hukum yang bukannya menegakkan hukum tapi malah menggunakan hukum sebagai penggebuk yang belum,” pungkasnya.
PWI Pusat Kecam Penangkapan Wartawan di Enrekang
Gara-gara Karya Tulisnya Kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Wawan salah satu media online Makassar kepada Bupati Enrekang yang sekarang ini berujung pada jeruji besi di Polres Enrekang, membuat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat angkat bicara. Ketua Umum PWI Pusat, Atal S. Depari melalui Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat, Zulkifli Gani Otto (Zugito) sangat menyayangkan Bupati Enrekang dan polisi melakukan tindakan kriminalisasi wartawan yang mestinya tidak boleh terjadi.
Menurut, Zugito, mestinya Pemkab Enrekang harus menggunakan hak jawab dan hak koreksi, jika ada delik pers dipermasalahkan sebagaimana diatur UU 40 tahun 1999 tentang Pers. Dan pihak polisi tidak serta merta melakukan penangkapan kepada Ridwan alias Wawan, karena Wawan merupakan penulis berita yang ada di media online.
Perlu dipahami polisi bahwa antara PWI bagian Organisasi yang diakui Dewan Pers, telah MoU dengan Polri mengenai sengketa pers harus memakai UU Pers bukan UU ITE atau KUHP.
Lanjut Zugito, perlu diketahui walaupun Wawan bukan anggota PWI bukan berarti harus dibiarkan begitu saja karena dia adalah penulis dan hasil karyanya dipidanakan maka sebagai organisasi PWI berhak membantu Wawan tersebut.
Zugito mengatakan, mestinya pihak kepolisian berkordinasi dengan pihak PWI yang ada di daerah soal wartawan yang dipermasalahkan mengenai tulisannya, karena mengenai tulisan dipermasalahkan maka polisi lebih mengutamakan UU Pers (lex specialist) dibanding UU ITE atau KUHP.
Zugito berharap, kepada pihak Pemkab Enrekang agar melakukan pendekatan secara persuasif dan pihak polisi harus mengedepankan delik pers tersebut. "Kami minta agar Wawan itu dilepaskan, kami tidak mau ada kriminalisasi wartawan,”tegas Zugito lewat ponselnya.
Ditambahkan Zugito, langkah yang dilakukan teman PWI Parepare dan Sidrap melakukan upaya investigasi di Enrekang, dirinya sangat mendukung demi menyelesaikan sengketa pers ini dengan baik. Sedangkan Kabag Hukum Pemkab Enrekang, Dirhamzah didampingi oleh pihak Dinas Infokom Pemkab Enrekang mengakui, pihaknya tidak pernah melakukan hak jawab terkait tulisan tersebut.(red/berbagai sumber)