Surabaya,RakyatDemokrasi.Org- Pegiat sejarah yang tergabung dalam Begandring Soerabaia memasang poster pada gerbang jeruji gedung Singa di jalan Jembatan Merah 19-23 Surabaya Senin siang (12/04/21). Poster itu berisi tentang sebuah peringatan yang ditujukan kepada PT. Jiwasraya yang telah menjual gedung dimana telah berstatus cagar budaya.
Isi peringatan itu adalah agar pihak Jiwasraya memperhatikan prosedur penjualan asset yang berstatus cagar budaya. Yakni harus menawarkan terlebih dahulu kepada Pemkot Surabaya sebagaimana disebutkan dalam Perdagangan Cagar Budaya no 5/2005, Pasal 25 (3).
Aksi pemasangan poster oleh pegiat sejarah ini menyikapi pihak PT Jiwasraya yang telah menjual aset asetnya karena pailit. Ada 21 aset yang dijual, tiga diantaranya ada di Surabaya. Salah satunya berlokasi di jalan Jabatan Merah.
Gedung, yang berada di Jl Jembatan Merah ini, adalah gedung cagar budaya yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Kuncarsono Prasetyo, penggerak pegiat sejarah Begandring Soerabaia menggarap Pemerintah Kota Surabaya bersikap reaktif dan responsif terhadap masalah ini. Kendati demikian, pihak Jiwasraya juga segera berkomunikasi dengan Pemerintah Kota Surabaya sesuai yang diamanahkan dalam Perdagangan Cagar Budaya no 5/2005.
Meski, pihak Jiwasraya telah mendapat ijin penjualan melalui lelang dari menteri BUMN. Ada dua surat yang menjadi dasar PT Jiwasraya menjual aset asetnya.
1. Surat Menteri BUMN No.S-523/MBU/072020 Tanggal 27 Juli 2020 Hal Persetujuan Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aset Properti Investasi Berupa Tanah dan Bangunan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
2. Surat Menteri BUMN No.S-95/MBU/02/2021 Tanggal 10 Februari 2021 Hal Persetujuan Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Properti Investasi Berupa Tanah dan/atau Bangunan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Surabaya, AH Thony mengatakan bahwa asset yang dijual, khususnya di alamat Jl. Jembatan Merah 19-23 Surabaya ini bukanlah aset dari hasil usaha dan bisnis perusahaan, melainkan dari hasil nasionalisasi tahun 1958 dari perusahaan asing (Belanda), yang bergerak di bidang jasa asuransi, Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente.
Menurutnya nasionalisasi adalah akibat dari menang perang, Indonesia merdeka. Karenanya, menteri BUMN seharusnya mengeluarkan terlebih dahulu asset yang berasal dari nasionalisasi dan penjualannya dilakukan dengan memperhatikan aturan aturan yang berlaku.(Dim)