Surabaya,rakyatdemokrasi.org– Tokoh ulama muda Nahdlatul Ulama Yogyakarta, KH Ahmad Muwafiq meminta kepada panitia Muktamar PBNU agar tidak tergesa-gesa dan eksklusif dalam menyelenggarakan Muktamar NU ke-34 di Lampung.
Karena, menurut dia, Muktamar yang digelar secara tergesa-gesa dan tertutup dikhawatirkan tidak akan melibatkan warga NU, dan terkesan hanya bermanfaat untuk pengurus NU saja.
"Jadi tidak usah tergesa-gesa. Kalau hanya milik ketua saja bisa di kantor PBNU. Tapi, kalau Muktamar itu kan proses pemilihan yang ramai dan gegap gempita yang melibatkan penjual nasi, penjual slayer, dan penjual macam," ujar Gus Muwafiq saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (3/12).
Gus Muwafiq menjelaskan, inti dari keberhasilan Muktamar adalah keterlibatan sebagian warga NU dalam pesta Muktamar NU. Sebab, selama ini yang menjadi penopang organisasi besar Nahdlatul Ulama adalah warga NU. Oleh karena itu, menurut dia, sangat penting mempertimbangkan keterlibatan warga NU dalam meramaikan Muktamar di Lampung.
"Mukatamar NU itu kan miliknya seluruh warga NU yang menunggu lima tahunan, mulai dari ingin menjual nasi, ingin menggembirakan, maupun jual lele. Lah kalau bulan-bulan Desember ini kan masih bulan hujan, dan Januari mungkin masih bulan hujan," ucapnya.
Menurut dia, waktu yang tepat untuk menyelenggarakan muktamar adalah pada bulan Juni. Sebab pada bulan tersebut cuaca di Indonesia sudah memasuki musim panas dan warga NU diharapkan akan banyak yang terlibat meramaikan Muktamar NU.
“Saya tetep menyarankan agar waktu pelaksanaan muktamar tetap dipertimbangkan. Kira-kira Juni (2022) biar bisa ikut semua. Terang suasanananya, gak hujan gak becek. Jamiyah dan muktamar itu seharusnya begitu. Itu lebih fair karena jamaah bisa ikut,” katanya.
Lebih lanjut, Gus Muwafiq juga menjelaskan bahwa esensi Muktamar tidak sekadar pemilihan pimpinan PBNU. Namun, merupakan ajang besar yang ditunggu-tunggu warga Nahdlyiyyin secara luas.
“Jangan Muktamar hanya memikirkan untuk memilih ketua saja. Rakyat yang selama ini menjadi penopang NU juga harus dipikirkan,” jelasnya.
Menurut dia, Muktamar juga merupakan ajang perputaran roda ekonomi bagi kalangan masyarakat bawah. Misalnya, pada Muktamar sebelumnya yang digelar di Jombang pada 2015 berhasil memutar roda ekonomi hingga Rp 7 triliun, sehingga sangat positif bagi warga Nahdlyiyyin.
“Yang di dalam ruang muktamar silakan ikut muktamar yang di luar silakan jualan. Ekonomi berputar. (Muktamar) Di Jombang tujuh triliun rupiah,” jelasnya.
Dia menambahkan, penyelenggaraan muktamar tanpa melibatkan warga merupakan langkah ambigu, karena kekuatan NU ada pada keterlibatan jamaah Nahdlatul Ulama.
“Setiap hari kita disuruh urus jamaah setiap hari, begitu muktamar jamaah nggak diajak. Ini kan aneh. Jangan begitu. Karena kekuatan NU ada pada jamaah. Jangan ketika muktamar jamaahnya tidak diajak,” ucap Gus Muwafiq.(mrd/republika)