Surabaya, rakyatdemokrasi.org- Misteri siapa 'Bendahara' kepanitiaan One Pesantren One Product (OPOP) Jawa Timur, masih dalam tahap penelusuran.
Namun dalam temuan terbaru, OPOP ini yang bisa dikatakan sebagai nama suatu program namun disulap menjadi semacam organisasi kemasyarakatan.
Hal itu dikarenakan terdapat Surat Keputusan (SK) dari Gubernur Jawa Timur yang juga selaku pembina atau penasehat dalam SK tersebut. Sedangkan untuk ketua nya adalah Sekdaprov. Dan sebagai pengembangan OPOP, Gubernur Jawa Timur menerbitkan Peraturan Gubernur no 62 tahun 2020 tentang One Pesantren One Product (OPOP).
Dalam penelusuran lanjutan, diduga kuat dalam realisasi pengerjaan melanggar Perpres pembelanjaan barang dan jasa. Yakni disalah satu OPD pada tahun 2020-2021.
"Inisial eks Kadis BS yang sekarang menjabat sebagai asisten." Ujar sumber media ini.
Ia juga mengakui, telah menemukan bukti percakapan terkait penguatan pembelanjaan yang diduga telah melanggar Perpres tentang pembelanjaan barang dan jasa pemerintah.
"Jadi, pembelanjaan yang nilainya seharusnya di tender atau lelang tersebut. Dipecah kecil-kecil, sehingga menjadi metode Pengadaan Langsung hingga Penunjukkan Langsung (PL). Itu saya dapat dari sumber saya yang juga masuk dalam jajaran pengurus di SK tersebut" Ungkapnya.
Data tersebut juga diketahui melalui Syrup LKPP dengan type pembelanjaan yang sama, namun nilainya berbeda-beda. Bahkan disalah satu pengurus yang ada di SK OPOP pun diakui berani mengatur-atur seorang Kepala Dinas dalam hal pemangkasan anggaran ataupun pembelanjaan.
"Inisial H ini, waktu itu seolah kebal dengan aturan. Sehingga pemangkasan anggaran berdampak pada pembelanjaan di Biro/OPD. Makanya banyak yang di refokusing dengan alasan Covid-19." Pungkasnya.
Dalam hal ini, Achmad Garad turut membandingkan program/kerja OPOP melalui Peraturan Gubernur.
"Kalau di Pergub yang saya tau melalui hasil penulusuran ada di Provinsi Jawa Barat. Terus terang sangat njomplang dengan yang di Jawa Timur. Dimana perbedaan istilah sangat tampak sekali." Ujar Achmad Garad yang turut menanggapi hal itu.
Ia menganalogikan bahwa perbedaan istilah dapat diketahui secara gamblang melalui pasal-pasal yang ada didalam peraturan Gubernur.
"Kalau Pergub yang di Jabar itu, saya rasa OPOP ini pyur sebagai bentuk program/kegiatan, karena disitu di sampaikan detail nama-nama OPD/Dinas yang turut memfasilitasi. Jadi kalaupun ada yang melenceng bisa dikonfirmasi ke OPD/Dinas yang memberikan fasilitas. Kalau Pergub di Jatim acuannya ya SK. Jadi secara tupoksi kan sudah lain. Karena jika sudah berbentuk panitia/organisasi, ya otomatis kan ada aturan atau Undang-Undang yang wajib di patuhi. Dalam hal ini UU Organisasi kemasyarakatan misalnya." Ungkapnya.
"Termasuk sistem penerimaan anggaran jika masuk didalam Kepanitiaan, ya ini dapat menimbulkan kecemburuan publik khususnya para organisator yang sangat sulit sekali dalam hal pendanaan, karena terbentur banyak aturan. Ini namanya diskriminasi terhadap organisasi. Apa gara-gara ada SK dari Gubernur bisa main potong kompas. Arogan sekali ini namanya." Pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Teka-teki siapa bendahara panitia OPOP Jatim (One Pesantren One Product) terus dilakukan upaya pengusutan oleh Media Rakyat Demokrasi selaku media partner LSM GARAD Indonesia.
Hal itu diketahui, setelah dikirimkannya surat permohonan wawancara yang dikirim kepada Ketua Komisi E DPRD Prov. Jatim.
"Surat permohonan wawancara ini, ditujukan kepada ketua atau yang mewakili dari Komisi E DPRD Jatim. Karena kami anggap mereka turut menggodok Pergub tentang OPOP." Ujar Achmad Garad di kantor DPRD Jatim. Senin (03/04/2023).
Kedepan, ia juga bakal mengirimkan surat lanjutan kepada Kemenag Jatim. Sebagai dasar landasan hukum syariat terkait pembiayaan OPOP Jatim yang diduga kuat adanya pelanggaran dalam pelaksanaannya.
"Nantinya bukan hanya Kemenag, termasuk juga Kejati Jatim kita akan surati juga terkait dugaan pelanggaran murk up hingga korupsinya." Pungkasnya. (Bersambung)