Surabaya, rakyatdemokrasi.org- Persoalan pengelolaan dana hibah Pemerintah Provinsi yang menjerat para anggota legislatif, dirasa belum sepenuhnya selesei alias tamat.
Mengingat legislatif hanya kecipratan 10 persen dari PAD (Pendapatan Asli Daerah) untuk 120 legislator yang diwujudkan dalam hibah Pokok-pokok Pikiran (Pokir).
Sedangkan 90 persen dikelola eksekutif, utamanya eks Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa dan Wagub Emil Elestianto Dardak yang dikenal dengan istilah Hibah Gubernur (HG).
Hal itu dapat dilihat kembali dari belanja hibah berdasarkan Perda APBD dan Perda APBD Jatim, dimana pada APBD TA 2019 dialokasikan Rp 7.324.772.080.000 dan bertambah Rp 1.185.109.931.260 di PAPBD menjadi Rp 8.509.882.011.260.
Lalu APBD TA 2020 sebesar Rp 8.327.448.184.627, bertambah Rp 1.472.401.926.723 di PAPBD menjadi Rp 9.799.850.111.350.
Berikutnya APBD TA 2021 sebesar Rp 10.274.943.690.490, berkurang Rp 1.015.893.689.220 di PAPBD menjadi Rp 9.259.050.001.270.
Kemudian APBD TA 2022 sebesar Rp 5.318.114.608.070, bertambah Rp 192.790.230.388 di PAPBD menjadi Rp 5.510.904.838.458.
Lalu APBD TA 2023 sebesar Rp 3.365.394.584.224, bertambah Rp 1.481.781.152.872 di PAPBD menjadi Rp 4.847.175.737.096.
Sedangkan APBD TA 2024 sebesar Rp 4.228.466.855.694, rencana bertambah Rp 273.350.754.767 di PAPBD menjadi Rp 4.501.817.610.461.
Semakin meningkatnya penganggaran dana hibah dari tahun ketahun periode Khofifah-Emil menjabat sebagai Gubernur dan wakil Gubernur, hal ini menjadi pertanyaan publik apakah sang mantan Gubernur dan wakilnya tersebut lepas dari jeratan hukum yang menimpa para anggota legislatif?
Dasar pertanyaan itu, telah menimbulkan reaksi dari publik termasuk dari berbagai kalangan aktivis Jawa Timur dalam Catatan Rakyat Demokrasi.
"Pengajuan yang berkaitan permohan dana hibah, telah jelas ditujukan kepada Gubernur selaku Kepala Daerah pemegang kuasa penuh anggaran." Tulis Achmad Garad Direktur PT Media Rakyat Demokrasi dalam catatan rakyat demokrasi. Kamis (15/08/2024).
Dari plafon setiap tahunnya, menurutnya dana hibah yang dikelola Pemprov Jatim sangat luar biasa dan seharusnya menjamin kesejahteraan masyarakat Jatim, apabila dikelola secara profesional dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Tapi yang terjadi, hibah hanya dijadikan alat kekayaan dan dimanfaatkan atas kepentingan pribadi." Singgungnya.
Hal itu menurutnya dibuktikan dengan eks Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak yang menerima ijon fee dari swasta hingga Rp 39,5 miliar, sehingga divonis penjara 9 tahun dan membayar uang pengganti yang dikorupsi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Dari pengembangan perkara Sahat, KPK juga sudah menetapkan 21 tersangka dan mencegahnya ke luar negeri, termasuk 4 anggota DPRD Jatim berinisial KUS, AI, AS, dan MAH.
Namun hingga dua babak, tak satu pun pejabat Pemprov yang dijerat.
"Padahal hibah digedok bersama antara eksekutif dan legislatif. Tapi yang terjadi, pihak eksekutif kebanyakan hanya dijadikan saksi saja." Imbuhnya.
Ia berharap, pada Bulan yang diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ini, khususnya di Provinsi Jawa Timur terkait persoalan hukum pengelolaan dana hibah ini segera usai dengan ending yang jelas.
"Semoga saja segera selesei, kita ingin masyarakat khususnya di Jawa Timur dapat merayakan HUT RI ini dengan gembira ria, dimana para koruptor penggemplang uang rakyat di berantas hingga ke akar-akarnya." Pungkasnya. (crd)