Surabaya,Rakyat-Demokrasi.Org- Komisi B DPRD Surabaya menggelar hearing (dengar pendapat) terkait pasar buah eks Penjara Koblen. Sebab dewan merasa masih banyak kejanggalan terkait pemberian izin kepada PT Nampi Kawan Baru selaku pengelola yang membuka pasar di bangunan cagar budaya tersebut.
Dalam hearing tersebut, Komisi B DPRD Surabaya mengundang Dinas Pariwisata, Dinas Perdagangan Kota Surabaya, Satpol PP, dan bagian hukum Pemkot Surabaya, di ruang Komisi B, Kamis (25/02/2021).
Sekretaris Komisi B, Mahfudz mengatakan, hearing kali ini untuk meminta klarifikasi mengenai Pemkot yang memberikan izin operasional kepada PT Nampi Kawan Baru untuk membuka pasar di eks Penjara Koblen. Ia menjelaskan, menurut Undang-Undang No.11 Tahun 2010 Pasal 86 menyatakan bahwa, lahan cagar budaya memang diperbolehkan untuk kegiatan umum, namun tidak untuk kegiatan usaha, dalam hal ini pasar.
"Intinya bukan untuk mencari keuntungan, tapi lebih kepada kepentingan sejarah masa lalu. Jadi dalam UU No 11 Tahun 2010 sudah jelas, area cagar budaya tidak diperbolehkan ada kegiatan usaha," tegas politisi partai PKB ini.
Mahfudz menambahkan,“Oleh karena itu, kami minta Pemkot Surabaya untuk mencabut izin karena sudah melanggar UU dan melanggar Perda. Kalau ini tetap dilanjutkan, itu artinya Pemkot Surabaya mengajarkan bagaimana masyarakat melanggar UU dan Perda, ini sangat naif sekali.”imbuhnya.
Lebih lanjut Mahfudz, masih banyak lahan di Surabaya untuk kegiatan usaha pasar, jadi kami minta lokasinya jangan di eks Penjara Koblen. “Kami melihat ini merupakan kecerobohan Pemkot Surabaya, sudah tahu eks Penjara Koblen adalah cagar budaya, tetapi mengapa diizinkan juga operasional pasar oleh PT Nampi Kawan Baru di eks Penjara bersejarah yang merupakan cagar budaya tersebut," tanya Mahfudz.
Sementara itu, di tempat yang sama Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya Antiek Sugiharti, mengatakan jika dari segi peruntukan tata ruang maka keberadaan Pasar Koblen sudah sesuai dengan peruntukan tata ruang area jasa perdagangan. "Dalam tata ruang perdagangan. Itu jasa perdagangan. Ketika kita mau mengeluarkan izin itu kan melihat dari peruntukan di tata ruang," ujar Antiek.
Hal serupa disampaikan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya. Mereka tetap konsisten mendukunh keputusan yang dibuat oleh Pemkot Surabaya.
Karena tidak ada titik temu, Komisi B meminta Pemkot Surabaya meninjau kembali terkait peruntukannya dan akan melakukan hearing kembali dengan mengundang para pakar sejarah tata kota serta ahli terkait.(Dim)