Tebo,Rakya-Demokrasi.Org Menindaklanjuti pemberitaan beberapa waktu yang lalu,terkait dugaan pungli program nasional sertifikasi massal di Desa Sapta Mulya Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo,dimana oknum kepala dusun (Kadus) ber inisial Jk diduga telah melakukan penarikan biaya yang tidak sesuai dengan aturan,yang mana dari sesuai ketetapan biaya sebesar Rp.200 ribu,namun terdapat berbagai sumber ditarik dengan harga Rp.500-600rb per sertifikat.
Atas hal tersebut, awak media mendatangi kantor BPN Tebo, guna konfirmasi lanjutan dengan meminta penjelasan pada Pihak BPN tentang aturan pembuatan sertifikat PRONA dan REDIS yang berlaku kabupaten Tebo provinsi Jambi.
Putra Selaku Kasie Pemberdayaan saat di ruangan Pelayanan, menjelaskan bahwa berdasarkan aturan pembuatan sertifikat adalah Rp.200ribu,"itu sesuai peraturan tiga menteri ATR,"ujar Putra kepada awak media.Senin (21/06/21).
Saat ditanya,bagaimana jika ada yang lebih dari harga yang ditentukan,dirinya (Putra) mengatakan tidak tahu akan hal itu,"Kalau pun itu lebih dari dari 500 lima ratus ribu itu wewenang Desa,"Jawab Putra.
Berdasarkan informasi dimasyarakat,bahwa pada tahun 2020 lalu,warga dikenakan harga pengurusan program PRONA per sertifikat dihargai Rp.500ribu, sedangkan untuk tahun 2021 ini ada kenaikan seharga Rp.600ribu.Sedangkan secara aturan, pembuatan sertifikat seharga Rp 200ribu.
"Untuk pembelian materai mengurus administrasi sudah cukup dengan uang Rp.200ribu,"imbuh Putra.
Menurut sumber yang didapat,Kades dan Kadus Desa Sapta Mulya mengatakan biaya Rp.500ribu tahun 2020 dan Rp.600 ribu tahun 2021.Hal itu diduga telah melangar aturan yang telah ditetapkan.
Sumber mengatakan bahwa menurut Kades biaya tersebut dipergunakan untuk kelengkapan administrasi dan pengukuran."Kalau kelengkapan administrasi itu benar, contoh seperti materai lain-lain nya, kalau pengukur patokan sebanyak Rp.300ribu kami tidak tahu, karena itu wewenang Desa,"imbuh Putra.
Masih Putra,saat ditanya apakah peraturan tersebut sudah disosialisasikan kepada kepala desa,"semua sudah kami jelaskan sebelum pembuatan sertifikat pada kades setempat,"pungkas Putra.
Mendapati hal itu,warga desa Sapta Mulya turut berkomentar,"berarti selama ini kami di bodohi,"gumam warga yang tak mau namanya di publikasikan.
Masih warga,"pada tahun 2020 lalu,kami sempat sudah setor Rp.500ribu,malah saat kami ambil sertifikat yang katanya sudah jadi dan disuruh ambil ke kantor Desa,sempat bilang kurang,itupun kami beri lagi tambah,"imbuh warga yang tampak kesal.(red/edi/man)