Surabaya,Rakyat-Demokrasi.Org Pembangunan Rumah Sakit Umum Sidoarjo sisi barat yang sempat menjadi polemik diwaktu masih usulan antara Bupati Saifullah waktu itu bersama DPRD Sidoarjo terkait anggaran yang dipakai untuk pembangunan, dimana Bupati Sidoarjo mengusulkan untuk menggunakan sistem KPBD, namun masih dianggap kurang meyakinkan oleh anggota legislator pada saat itu.
Kini, deadline untuk penyeleseian pembangunan tersebut harus rampung akhir Desember 2021, seperti yang sudah dikatakan oleh Bupati Sidoarjo Ahmad Mudhlor dikutip dari Surya.co.id.
"Kami pantau, kontraktornya juga lembur terus kok. Intinya, tahun ini pembangunan harus selesai,” kata Gus Muhdlor, panggilan Bupati Ahmad Muhdlor.
Selanjutnya menurut Gus Muhdlor, Pemkab Sidoarjo mulai pengadaan alat kesehatan dan perlengkapan agar rumah sakit yang dibangun di atas lahan 5 hektar dengan berkapasitas 144 bed itu bisa segera beroperasi.
“Selain itu juga tentang perizinan, perkiraan kami butuh waktu sekira enam bulan untuk menuntaskan perizinannya,” lanjut dia.
Masih dari sumber yang sama, di sekitar lokasi, Pemkab juga berusaha membereskan semua terkait operasional rumah sakit ini. "Seperti bangunan liar dan sebagainya ada di sana, sudah dibersihkan. Setidaknya ada sepuluh bangli yang ditertibkan Satpol PP, titik itu yang bakal jadi Gerbang Utama rumah sakit milik Pemkab Sidoarjo di Desa Tambak Kemeraan, Kecamatan Krian, Sidoarjo."ujar sumber dari Pemkab tersebut.
Menanggapi akan hal itu, Achmad Anugrah selaku ketua LSM GARAD Indonesia yang menjadi pendamping warga pemilik warung di jalan Bibis Bunder Tambak Kemeraan, yangmana warung yang digusur tersebut dianggap sebagai bangunan liar (Bangli) tampak belum bisa menerima asumsi tersebut.
"Seingat saya dan kalau tidak salah juga terekam media, saat dilakukan eksekusi warung, sempat dari anggota DPRD bernama M Nizar selaku Komisi C mengklaim bahwa pembangunan rumah sakit tersebut atas usulannya, sehingga warung itu dianggap menghambat pembangunan, dan akhirnya di eksekusi tanpa ada realisasi tuntutan dari warga terdampak yang hingga saat ini pun belum dipenuhi," ujar yang akrab dipanggil Achmad Garad tersebut melalui sambungan selulernya.
Masih Achmad Garad, "Kalau dipelajari dari kronologinya, persoalan ini seharusnya selesei dari awal, tinggal pejabatnya bisa memanusiakan manusia apa tidak, dan menurut analisa kami, pembangunan ini berdasarkan berbagai dorongan yang bisa dikatakan sebagai usulan, bolehlah dilaksanakan jika sudah dianggap matang dalam perencanaan apapun dan menganggap sebagai kepentingan yang lebih luas, tapi apa mereka lupa bahwa disitu ada obyek yangmana juga dilindungi oleh Undang Undang, dimana obyek tersebut menempati lahan itu juga tidak serta merta dan sudah berpuluh puluh tahun yang artinya ada penerapan PP No 24 tahun 1997 dan kedua mereka ini kan juga manusia yang dilindungi UU HAM," urainya yang menganggap keterlaluan jika obyek yang akan dijadikan pintu masuk rumah sakit tersebut dikatakan bangunan liar (Bangli).
Lebih lanjut kata dia, "yang jelas persoalan ini bukan hanya persoalan pembangunan rumah sakit saja, tapi ini juga menyangkut persoalan hukum lainnya, dan yang masih menjadi pertanyaan kami, apakah para pejabat ini tidak tau akan hal itu atau memang tidak mau tau, bahwa disini ada persoalan kemanusiaan yang juga harus diseleseikan," ungkap pemuda yang juga sebagai koordinator relawan Jokowi Jawa Timur ini yang sempat mengatakan bahwa dirinya akan terus mengawal persolan ini.
Terakhir katanya, "kami juga sudah bersurat kepada Bupati Sidoarjo, jadi bolanya sekarang ada di beliau, dan kami hingga saat ini masih menunggu balasan surat itu, tapi yang jelas tetap ada deadline nya, kalau masih tidak ditanggapi, ya alternatif sementara kita demo di depan Kabupaten, kalau masih tidak ditanggapi lagi kami akan ke Gubernur dan seterusnya dan seterusnya sampai warga terdampak ini mendapatkan keadilan atas hak haknya," tutub Achmad Garad.(tim)