Jakarta, rakyatdemokrasi.org- Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menuding kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng di dalam negeri terjadi karena ulah mafia.
Pasalnya, sejumlah kebijakan yang dijalankan sebelumnya telah berhasil memaksa pasokan mengalir berlebih ke dalam negeri. Ia menjelaskan, setidaknya ada dua kebijakan yang efektif membuat eksportir memasok produk sawitnya ke dalam negeri.
"Eksportir CPO harus menyerahkan 20 persen dari jumlah ekspor mereka dengan harga yang ditentukan Domestic Price Obligation,” kata Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Kamis, 17 Maret 2022.
Dua kebijakan itu adalah Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 8 Tahun 2022 tentang kebijakan ekspor serta Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang penetapan Harga Eceran Tertinggi minyak sawit dan Domestic Market Obligation atau DMO Dalam periode 28 hari, antara 14 Februari dan 16 Maret 2022.
Menurut Lutfi, Kemendag berhasil mengumpulkan 720.612 ton produk sawit dari rencana ekspor eksportir sebelumnya sebesar 3.507.241 ton. “Jadi kalau kita hitung jumlah DMO-nya 3.507.241 berbanding 720.612, setara dengan 20,7 persen,” ucapnya.
Adapun rincian ekspor 3.507.241 ton tersebut adalah RBD Palm Olein 1.461.060 ton, RBD Palm Oil 716.091 ton, dan RBD Palm Stearin 235.473 ton. Selain itu ada PFAD, PFKAD, SFA sebanyak 368.578 ton, Shortening 206.090 ton dan CPO 129.843 ton.
“Persetujuan ekspor yang terbit adalah 162 dan total eksportir 59,” katanya.
Lutfi memaparkan, dari total DMO 720.612 ton, Kemendag berhasil mendistribusikan 76,4 persen atau setara dengan 551.069 ton. “Kalau kita convert ini menjadi liter, kasarnya ini lebih dari 570 juta liter,” tutur Lutfi.
Jika mengacu data BPS, masyarakat mengonsumsi satu liter minyak goreng per bulan. Dengan begitu, 570 juta liter tersebut setara dengan dua liter untuk seluruh orang Indonesia.
“Jadi, kalau kita lihat itu setara dengan 1,7 kali atau 168 persen dari kebutuhan konsumsi per bulan yang diperkirakan 327 ribu ton. Jadi, secara teoritis ini sudah jalan,” katanya.
Tapi ternyata di lapangan masih terjadi kelangkaan minyak goreng, dan masyarakat tidak menemukan minyak goreng dengan harga sesuai HET. Ia menduga hal ini disebabkan oleh mafia.
“Ini spekulasi, deduksi kami Kementerian Perdagangan ada orang-orang yang tidak sepatutnya mendapatkan hasil dari minyak ini,” kata Lutfi.
Ulah mafia ini membuat minyak goreng yang semestinya untuk konsumsi masyarakat masuk ke tempat industri atau bahkan diselundupkan ke luar negeri. Jumlahnya diperlukan kira-kira 1,8 juta ton per tahunnya atau setara dengan 350 juta per bulan.
“Jadi, di sini saya bilang, ini yang disebut mafia yang mesti kita berantas bersama-sama." Pungkasnya. (mrd/Kompas)