Jakarta, rakyatdemokrasi.org- Presiden Joko Widodo (Jokowi) layak menduduki jabatan Sekretaris Jenderal PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) pasca lengser dari jabatannya.
"Karena legacy yang luar biasa, maka layak mantan Presiden Jokowi berhenti atau 20 Oktober itu layak dijadikan Sekjen PBB," kata Ketua DPP PDIP Said Abdullah saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin 14 November 2022.
Said Abdullah meyakini bahwa Jokowi akan mengakhiri masa jabatannya dengan peninggalan luar biasa bagi pemerintahan selanjutnya.
Ia mengingatkan, Jokowi akan berakhir masa jabatannya sebagai presiden pada 20 Oktober 2024.
"Secara konstitusional, bapak presiden per 20 Oktober 2024 mengakhiri masa jabatan dengan legacy yang luar biasa," ujarnya.
Pernyataan Jokowi layak menduduki jabatan Sekjen PBB itu muncul menanggapi ucapan Jokowi yang menyebut akan fokus pada sektor lingkungan hidup setelah tak lagi menjadi presiden.
Jokowi menyampaikan bahwa usai lengser dari jabatan sebagai presiden bakal aktif di sektor lingkungan hidup agar Indonesia menjadi lebih hijau.
Jokowi akan kembali ke Solo sebagai warga biasa. "Saya akan kembali ke kota saya, Solo, sebagai rakyat biasa," kata Jokowi dalam wawancara bersama The Economist, dikutip dari tayangan YouTube The Economist.
Jokowi menyampaikan, setelah lengser, ia akan aktif di sektor lingkungan hidup dan menjadi bagian dari Indonesia yang lebih hijau.
"Saya akan aktif di bidang lingkungan hidup," ujar mantan Wali Kota Solo itu.
Dalam kesempatan ini, Jokowi juga berbicara soal sistem meritokrasi yang bisa menjadi warisan di ujung masa jabatannya.
Ia berharap, ada perubahan pola pikir dan cara kerja supaya Indonesia dapat menjadi negara maju.
"Dengan perubahan mindset, dengan perubahan cara kerja baru, saya meyakini dengan kekuatan sumber daya alam, kekuatan sumber daya manusia, kekuatan pasar yang besar, kita akan bisa melompat ke negara maju," kata Jokowi.
Lantas, apakah mungkin Jokowi bisa menjadi Sekjen PBB?
Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhadi Sugiono mengatakan, Sekjen PBB merupakan jabatan politik di tingkat internasional.
Karena PBB merupakan perwakilan dari negara-negara, maka ia menyebut seorang Sekjen PBB harus bisa diterima oleh semua anggotanya, khususnya negara besar.
"Dilihat dari sisi itu, tentu saja dengan posisi kita saat ini, (Jokowi) bisa saja (jadi Sekjen PBB)," kata Muhadi, Selasa 15 November 2022.
Akan tetapi, posisi tersebut sejauh ini diisi oleh mereka yang sudah lama berkarier di PBB.
Sekjen PBB saat ini, Antonio Guterres misalnya, ia sebelumnya pernah berkiprah di United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) pada Juni 2005 hingga Desember 2015.
Karena itu, Sekjen PBB tidak terkait dengan posisi suatu negara, melainkan lebih pada personalitas.
"Personalitas itu juga harus ditunjukkan juga dalam kaitannya dengan konstelasi politik negara-negara besar di sana," jelas dia.
"Karena PBB itu sebagai sebuah lembaga negara yang paling universal dan memberi legitimasi pada kebijakan sebuah negara, maka peran Sekjen PBB sangat penting bagi negara-negara besar," lanjutnya.
Dilihat dari sejarahnya, para Sekjen PBB sejauh ini jarang berasal dari negara-negara besar. Bahkan, tidak ada tokoh Amerika Serikat yang pernah menduduki jabatan itu.
Dari Asia, beberapa nama yang pernah menjabat sebagai Sekjen PBB adalah Ban Ki-moon (2007-2016) dari Korea Selatan dan U Thant dari Myanmar.
Terlepas dari itu, Muhadi menuturkan bahwa isu dukungan tokoh Indonesia menjadi Sekjen PBB bukan kali pertama berembus. Sebelumnya, Presiden kelima Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga pernah diisukan menjadi Sekjen PBB.
"Saya kira apa yang dilakukan Pak SBY dan Jokowi sebenarnya relatif sama, dalam artian posisi luar negeri kita dan prestasi di dalam negeri," kata dia. "Tapi itu kan semuanya wacana domestik, politik internasional kan beda sekali," sambungnya. (*)