Jakarta, rakyatdemokrasi.org- Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menanti dengan sabar kesediaan Sekretaris Departemen IV DPP Partai Demokrat Hasbil Mustaqim Lubis untuk berdebat soal utang pemerintah era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Siap, kami nantikan dengan sabar," cuit Prastowo di Twitter, membalas respons Hasbil yang masih mempertimbangkan tantangan debat tersebut, dikutip Kamis (26/1).
Hasbil yang mengkritik utang era Jokowi itu memang masih mempertimbangkan ajakan debat terbuka dari anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut.
"Iya, saya baru baca counter beliau. Tawarannya saya pertimbangkan," kata Hasbil, Rabu (25/1).
Prastowo dan Hasbil beradu argumen di Twitter. Akar masalahnya adalah cuitan Hasbil yang mengatakan pemerintah saat ini akan meninggalkan utang mencapai Rp7.733,99 triliun.
Politisi Demokrat itu menyebut rasio utang saat ini memang di level 40 persen. Namun, pembahasan mengenai utang disebut harus merujuk pada acuan GUID 5250 Guidance on Public Debt yang tercantum dalam Laporan Review atas Kesinambungan Fiskal BPK 2020, yang pada 2021 tidak diterbitkan.
Menanggapi pemaparan Hasbil, Prastowo membeberkan pelbagai data yang dimilikinya. Ia mengatakan Kemenkeu membaca dan mempelajari Laporan Hasil Reviu Atas Kesinambungan Fiskal Tahun 2020 BKK tersebut.
"Namun, kondisi tersebut sudah terpaut dua tahun anggaran dari sekarang. Pula, 2020 merupakan tahun puncak impitan pandemi covid-19 terjadi," tulisnya melalui akun Twitter resmi @prastowo.
Stafsus Menkeu tersebut lantas mengajak debat Hasbil dalam satu forum khusus untuk membahas persoalan utang tersebut.
"Jika ada hal yang ingin dielaborasi, sangat dipersilakan. Harapan saya, mari gunakan data dan informasi terbaru agar lebih fair, objektif, dan kontekstual. Jika misalnya mau debat langsung di satu forum, kami pun S14P!," ujarnya.
Di lain sisi, Hasbil menjelaskan utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) di era Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) relatif lebih terkontrol.
Tak hanya itu, ia mengklaim data pendapatan pajak di era pemerintahan SBY lebih tinggi persentasenya ketimbang era Jokowi.
Klaim Hasbil, pendapatan pajak di era SBY pada 2004-2014 sebesar 309 persen. Sementara di era Jokowi pada 2014-2021 hanya 35 persen.
"Karena narasi Anda (Prastowo) selalu ke arah pandemi, silakan buka data anda sebelum pandemi covid-19 agar publik sama-sama mengetahui," kata Hasbil.
Hasbil juga tak sependapat dengan pernyataan Prastowo terkait kerentanan fiskal sesuai rekomendasi IMF dan IDR untuk kondisi normal atau sebelum adanya pandemi Covid-19.
Pasalnya, hal itu sudah disampaikan dalam audit Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020. (Rd/CNNIndonesia)