Surabaya, rakyatdemokrasi.org- Peringatan Hari Pers Nasional bisa dikatakan sebagai lebaran bagi seluruh insan pers, dimana sebagai bentuk penghormatan hari jadi.
HPN juga dijadikan ajang dalam peningkatan performa kinerja awak media sebagai salah satu pilar demokrasi di negara kesatuan Republik Indonesia.
Namun sayangnya, hal ini belum bisa dikatakan sepenuhnya mendapatkan support dari pemerintah daerah khususnya di Provinsi Jawa Timur dalam hal kerjasama adv/iklan karena banyaknya aturan yang bisa dikatakan diluar aturan Undang-Undang Pers, padahal hal tersebut dapat sebagai penunjang dalam merealisasikan pelaksanaan kegiatan.
Berdasarkan sumber dari Dinas Kominfo Jatim saat ditemui awak media, bahwa untuk persoalan kerjasama iklan salah satu syaratnya harus terverifikasi dewan pers.
"Salah satu syaratnya seperti itu katanya." Ujar awak media.
Namun, saat ditelusuri lebih lanjut, dan menurut sumber dari salah satu OPD di Jatim, aturan tersebut berdasarkan instruksi dari Inspektorat Jawa Timur.
"Himbauannya seperti itu." Ujar sumber yang namanya tidak mau disebut.
Sedangkan di salah satu biro yang berkantor di Setda Prov, juga terdapat himbauan untuk kerjasama adv/iklan harus mendaftarkan diri ke LPSE Jatim.
"Nanti anggarannya masuk e-Katalog" bunyi himbauan tersebut.
Hal ini, mendapatkan berbagai tanggapan dari berbagai pihak salah satunya Achmad Garad selaku pemimpin MRD Grup.
"Kalau dari kami, sudah tidak ribet dengan hal itu dan pedoman kami ya UU Pers, jadi kalau mereka menggunakan dalil apapun diluar aturan. Ya kami tidak akan mematuhi." Ujarnya saat acara Jum'at berkah berbagi bersama insan pers.
Masih Achmad. "Mereka membuat aturan sendiri, tapi bagi kami, bahwa sudah sesuai dengan UU Pers itu sudah cukup. Jadi kalau pun mereka tidak menganggap kami ada, kami juga tidak rugi kok, toh sesuai aturan kita ini kan salah satu control sosial masyarakat, jadi intinya bukan masalah anggaran, tapi soal idealisme kita dalam jurnalistik tidak boleh kalah dengan aturan yang diduga melenceng dari dasar aturan milik Pers."
"Gak dikek i yo gak popo soale awak e dewe kan pers duduk pengemis, malah enak, tambah bebas memberitakan, tidak sungkan. Masalah rezeki opo jare seng ngecat lombok (gak dikasih juga tidak apa-apa karena kita kan pers bukan pengemis, malah enak, tambah bebas memberitakan, masalah rezeki apa kata yang memberi warna cabe)." Pungkasnya.
Dikutip dari berbagai sumber yang ada, M Nuh yang pada saat itu menjadi ketua Dewan Pers, sebenarnya sudah menyampaikan bahwa Dewan Pers tidak pernah menyarankan bahwa untuk kerjasama dengan pemerintah/swasta baik pusat ataupun daerah, tidak harus terverifikasi.
"Kami tidak pernah menyarankan atau memberi instruksi seperti itu." Ujar M Nuh didepan para pemimpin media kala itu.
"Selama media tersebut sudah sesuai dengan UU Pers dalam hal ini berbentuk perusahaan, itu sudah cukup." Pungkas M Nuh. (Mrd)